Hama penggerek batang mengganas di sejumlah wilayah kecamatan di
Kabupaten Klaten. Hal ini menyebabkan kerugian besar pada petani, karena
tanaman padi mereka menjadi kering dan mati. Hingga Kamis (19/2) luas
serangan diperkirakan mencapai 126 hektar.
Serangan hama penggerek batang atau yang oleh petani sering disebut sebagai hama ingser/beluk, antara lain telah menyerang hamparan tanaman padi di wilayah Kaligawe Kecamatan Juriwing. Tanaman padi yang baru berumur sekitar satu minggu hingga dua minggu tampak seperti terbakar, layu dan akhirnya mati. Beberapa patok di antaranya dibiarkan, tidak dirawat lagi, karena petani sudah kesulitan untuk memberantas hama tersebut.
Beberapa petani kepada KR, Kamis (19/2) kemarin mengemukakan, mereka dipusingkan oleh hama yang menyerang batang padi tersebut. Serangan sudah terjadi dalam sepekan terakhir dan cepat menyebar ke seluruh lahan dalam blok persawahan di pinggir jalan tersebut.
Semula mereka telah berupaya untuk menyelamatkan tanamannya dengan menyemprotkan insektisida, namun hal itu tidak memberikan hasil maksimal. Serangan cukup ganas, sehingga tanaman yang masih pendek itupun menjadi layu kering dan mati. “Wah sudah tidak kurang-kurang yang mengobati, tetapi ingser memang sulit diberantas,” kata Parto, salah seorang petani setempat.
Hal senada juga dikatakan oleh Tinoyo, petani di wilayah Karangdowo. Di wilayah ini hama ingser sudah menyerang beberapa waktu lalu. Serangan justru pada tanaman yang sudah mulai berbuah, dan ini lebih sulit diberantas, dan menimbulkan potensi padi yang terserang menjadi puso. “Kan batangnya yang diserang, kalau padi sudah mulai katak, batang patah, makanan tidak bisa sampai ke pucuk, akibatnya padinya gabug (puso), petani di sini menyebut hama beluk,” kata Tinoyo.
Kasubdin Pertanaman Pangan di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Klaten Ir Wayu Prasetyo didampingi Kasi Bina Rehabilitasi Lingkungan, Joko Siswanto mengemukakan, lahan pertanian yang terserang hama penggerek batang tersebut hingga kemarin mencapai 126 hektar, tersebar di lima wilayah kecamatan.
Hama penggerek batang sebenarnya mudah dikenali. Yakni dengan banyaknya kupu-kupu putih yang beterbangan di sekitar lahan.
Apabila melihat fenomena tersebut petani diharapkan waspada. Antisipasi perlu dilakukan sejak masih dalam persemaian. Yakni benih padi di persemaian perlu disemprot dengan insektisida. Namun, apabila kupu sudah bertelur, harus disemprot dengan trichoderma, agar telur tidak menetas.
Lebih lanjut dijelaskan, kondisi musim saat ini memang sangat mendukung berkembangbiaknya hama tanaman, baik penggerek batang, wereng maupun tikus. Menurut Joko Siswanto, kalau penggerek batang menyerang tanaman pada masa vegetatif (umur 1-2 minggu) masih bisa diberantas dan kemungkinan bisa panen. Namun, apabila menyerang tanaman pada masa generatif, akan menyebabkan padi tidak berbuah. (Sit)-g
Serangan hama penggerek batang atau yang oleh petani sering disebut sebagai hama ingser/beluk, antara lain telah menyerang hamparan tanaman padi di wilayah Kaligawe Kecamatan Juriwing. Tanaman padi yang baru berumur sekitar satu minggu hingga dua minggu tampak seperti terbakar, layu dan akhirnya mati. Beberapa patok di antaranya dibiarkan, tidak dirawat lagi, karena petani sudah kesulitan untuk memberantas hama tersebut.
Beberapa petani kepada KR, Kamis (19/2) kemarin mengemukakan, mereka dipusingkan oleh hama yang menyerang batang padi tersebut. Serangan sudah terjadi dalam sepekan terakhir dan cepat menyebar ke seluruh lahan dalam blok persawahan di pinggir jalan tersebut.
Semula mereka telah berupaya untuk menyelamatkan tanamannya dengan menyemprotkan insektisida, namun hal itu tidak memberikan hasil maksimal. Serangan cukup ganas, sehingga tanaman yang masih pendek itupun menjadi layu kering dan mati. “Wah sudah tidak kurang-kurang yang mengobati, tetapi ingser memang sulit diberantas,” kata Parto, salah seorang petani setempat.
Hal senada juga dikatakan oleh Tinoyo, petani di wilayah Karangdowo. Di wilayah ini hama ingser sudah menyerang beberapa waktu lalu. Serangan justru pada tanaman yang sudah mulai berbuah, dan ini lebih sulit diberantas, dan menimbulkan potensi padi yang terserang menjadi puso. “Kan batangnya yang diserang, kalau padi sudah mulai katak, batang patah, makanan tidak bisa sampai ke pucuk, akibatnya padinya gabug (puso), petani di sini menyebut hama beluk,” kata Tinoyo.
Kasubdin Pertanaman Pangan di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Klaten Ir Wayu Prasetyo didampingi Kasi Bina Rehabilitasi Lingkungan, Joko Siswanto mengemukakan, lahan pertanian yang terserang hama penggerek batang tersebut hingga kemarin mencapai 126 hektar, tersebar di lima wilayah kecamatan.
Hama penggerek batang sebenarnya mudah dikenali. Yakni dengan banyaknya kupu-kupu putih yang beterbangan di sekitar lahan.
Apabila melihat fenomena tersebut petani diharapkan waspada. Antisipasi perlu dilakukan sejak masih dalam persemaian. Yakni benih padi di persemaian perlu disemprot dengan insektisida. Namun, apabila kupu sudah bertelur, harus disemprot dengan trichoderma, agar telur tidak menetas.
Lebih lanjut dijelaskan, kondisi musim saat ini memang sangat mendukung berkembangbiaknya hama tanaman, baik penggerek batang, wereng maupun tikus. Menurut Joko Siswanto, kalau penggerek batang menyerang tanaman pada masa vegetatif (umur 1-2 minggu) masih bisa diberantas dan kemungkinan bisa panen. Namun, apabila menyerang tanaman pada masa generatif, akan menyebabkan padi tidak berbuah. (Sit)-g