Kamis, 9 April 2009 | 03:51 WIB
Jakarta, Kompas - Pemerintah segera mengeluarkan kebijakan memberikan peluang lebih besar bagi pengusaha agrobisnis buah-buahan lokal untuk mengisi pasar buah domestik, yakni dengan melakukan verifikasi terhadap semua produk buah-buahan impor, mengacu pada tingkat perlindungan pangan yang memadai (appropriate level of protection/ALOP).
Kepala Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian Hari Priyono, Rabu (8/4) di Jakarta, mengungkapkan, dengan kebijakan itu, semua produk buah-buahan yang masuk ke Indonesia diharapkan lebih terjamin keamanannya. Ini terutama dari cemaran residu pestisida.
”Begitu buah-buahan yang masuk semakin berkualitas, maka yang dapat masuk menjadi semakin terbatas sehingga akan lebih kondusif bagi produk buah lokal,” tutur Hari.
Hari menuturkan, selama ini buah impor yang masuk ke Indonesia tidak semuanya memenuhi syarat batas cemaran residu pestisida yang bisa ditoleransi. Hal ini yang membuat buah-buah impor itu bisa dijual dengan harga relatif murah sehingga ”menggusur” buah produk lokal.
Hari mengakui, buah impor yang masuk ke Indonesia tidak diverifikasi sehingga belum tentu aman bagi kesehatan, karena bisa jadi mengandung zat biologi dan kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Menurut Hari, draf Peraturan Menteri Pertanian tentang Produk Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT) akan ditandatangani bulan ini. ”Draf sedang disempurnakan, khusus yang menyangkut tata hubungan kerja dalam implementasi kebijakan tersebut,” katanya.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal Dewan Hortikultura Nasional (DHN) Karen Sjarief menyatakan, hal itu akan menjadi peluang yang baik bagi pengusaha dan petani buah-buahan. ”Mereka memiliki peluang besar mengisi pasar buah domestik dengan buah lokal,” ujarnya.
Namun, Karen mengingatkan agar kebijakan itu dijalankan dengan baik dan konsisten, tidak hanya berhenti pada kebijakan. ”Tanpa ada konsistensi, akan membingungkan pengusaha dan petani yang sudah telanjur investasi,” katanya.
Dengan penduduk 230 juta jiwa, seharusnya Indonesia tidak perlu berpikir untuk mengekspor buah karena kebutuhan domestik sudah relatif besar.
”Produk buah-buahan dalam negeri seharusnya bisa diserap pasar dalam negeri,” kata Karen.
Impor meningkat
Data Departemen Pertanian menunjukkan, impor buah-buahan terus meningkat setiap tahun. Tahun 2003, total impor buah-buahan hanya 228,45 juta ton dengan nilai 194,86 juta dollar AS, tahun 2006 menjadi 427,48 juta ton senilai 337,52 juta dollar AS.
Tahun 2007, impor sudah mencapai 475,46 juta ton dengan nilai 387,95 juta dollar AS, atau meningkat hampir dua kali lipat dibanding tahun 2003.
Ironisnya, buah yang paling banyak diimpor bisa dikembangkan di dalam negeri, antara lain, jeruk, pisang, mangga, nenas, durian, pepaya, jambu biji, dan lainnya.
Oleh karena itu, kata Karen, kebijakan pemerintah itu sebaiknya diimbangi peningkatan kapabilitas petani dan pengusaha dalam memproduksi buah-buahan dengan kualitas bagus. (MAS)
Jakarta, Kompas - Pemerintah segera mengeluarkan kebijakan memberikan peluang lebih besar bagi pengusaha agrobisnis buah-buahan lokal untuk mengisi pasar buah domestik, yakni dengan melakukan verifikasi terhadap semua produk buah-buahan impor, mengacu pada tingkat perlindungan pangan yang memadai (appropriate level of protection/ALOP).
Kepala Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian Hari Priyono, Rabu (8/4) di Jakarta, mengungkapkan, dengan kebijakan itu, semua produk buah-buahan yang masuk ke Indonesia diharapkan lebih terjamin keamanannya. Ini terutama dari cemaran residu pestisida.
”Begitu buah-buahan yang masuk semakin berkualitas, maka yang dapat masuk menjadi semakin terbatas sehingga akan lebih kondusif bagi produk buah lokal,” tutur Hari.
Hari menuturkan, selama ini buah impor yang masuk ke Indonesia tidak semuanya memenuhi syarat batas cemaran residu pestisida yang bisa ditoleransi. Hal ini yang membuat buah-buah impor itu bisa dijual dengan harga relatif murah sehingga ”menggusur” buah produk lokal.
Hari mengakui, buah impor yang masuk ke Indonesia tidak diverifikasi sehingga belum tentu aman bagi kesehatan, karena bisa jadi mengandung zat biologi dan kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
Menurut Hari, draf Peraturan Menteri Pertanian tentang Produk Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT) akan ditandatangani bulan ini. ”Draf sedang disempurnakan, khusus yang menyangkut tata hubungan kerja dalam implementasi kebijakan tersebut,” katanya.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Jenderal Dewan Hortikultura Nasional (DHN) Karen Sjarief menyatakan, hal itu akan menjadi peluang yang baik bagi pengusaha dan petani buah-buahan. ”Mereka memiliki peluang besar mengisi pasar buah domestik dengan buah lokal,” ujarnya.
Namun, Karen mengingatkan agar kebijakan itu dijalankan dengan baik dan konsisten, tidak hanya berhenti pada kebijakan. ”Tanpa ada konsistensi, akan membingungkan pengusaha dan petani yang sudah telanjur investasi,” katanya.
Dengan penduduk 230 juta jiwa, seharusnya Indonesia tidak perlu berpikir untuk mengekspor buah karena kebutuhan domestik sudah relatif besar.
”Produk buah-buahan dalam negeri seharusnya bisa diserap pasar dalam negeri,” kata Karen.
Impor meningkat
Data Departemen Pertanian menunjukkan, impor buah-buahan terus meningkat setiap tahun. Tahun 2003, total impor buah-buahan hanya 228,45 juta ton dengan nilai 194,86 juta dollar AS, tahun 2006 menjadi 427,48 juta ton senilai 337,52 juta dollar AS.
Tahun 2007, impor sudah mencapai 475,46 juta ton dengan nilai 387,95 juta dollar AS, atau meningkat hampir dua kali lipat dibanding tahun 2003.
Ironisnya, buah yang paling banyak diimpor bisa dikembangkan di dalam negeri, antara lain, jeruk, pisang, mangga, nenas, durian, pepaya, jambu biji, dan lainnya.
Oleh karena itu, kata Karen, kebijakan pemerintah itu sebaiknya diimbangi peningkatan kapabilitas petani dan pengusaha dalam memproduksi buah-buahan dengan kualitas bagus. (MAS)
0 komentar:
Posting Komentar