Penggunaan bahan 
bakar minyak (BBM) di Indonesia kini tengah diliputi kelangkaan suplai 
dalam negeri. Kasus terakhir, solar sempat menghilang dari pasaran 
karena terbatasnya stok solar dan mengakibatkan antrian kendaraan yang 
panjang di berbagai kota. Kelangkaan dan keterbatasan produksi BBM ini 
pun mendorong Dr. Ir.Endang Yuniastuti, MSi untuk meneliti biofuel 
dengan bahan dari tanaman genderuwo sebagai pengganti BBM. “Tanaman yang
 memiliki nama latin Sterculia Foetida Linn ini banyak tumbuh di sekitar
 pemakaman karena itu banyak masyarakat yang menyebutnya tanaman 
genderuwo,” ungkap dosen Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret 
(FP UNS) itu ketika ditemui di ruang kerjanya, Senin (8/4). 
Penggunaan 
bio fuel Genderuwo diakui olehnya sebagai bahan bakar yang ramah 
lingkungan. Ia menyebutkan bahwa bio fuel ini telah diujicobakan pada 
sejumlah mesin industri dan mesin kendaraan 2 tak-4 tak. “Dari hasil 
ujicoba, fuel tanaman genderuwo memiliki tingkat emisi yang sangat 
rendah dan tidak menghasilkan polutan sehingga ramah bagi lingkungan,” 
tuturnya. Keuntungan lain dari penggunaan bio fuel genderuwo, lanjut 
Endang, adalah harganya yang terjangkau bagi masyarakat. Ia menyebutkan,
 dari hasil kalkulasinya harga bio fuel genderuwo kurang dari Rp 3.000 
per liternya. Sebagai perbandingan, bio fuel tanaman genderuwo lebih 
efisien daripada tanaman bio fuel lainnya, seperti jarak. 
“Campuran bio 
fuel genderuwo dengan solar dapat 1:10 hingga 1:50, sedangkan tanaman 
jarak hanya 1:1. Jadi, bio fuel ini lebih efisien,” tandas dia. Untuk 
mendapatkan bio fuel ini, tanaman genderuwo diolah melalui proses 
ekstrasifikasi, yaitu biji tanaman genderuwo yang telah tua kemudian 
dihancurkan dan diperas untuk diambil asam lemaknya. Kandungan minyak 
yang tinggi terutama asam lemak sterkulat inilah yang menjadikan tanaman
 yang memiliki sebutan fruits of mystis ini menjadi potensial sebagai 
bio fuel. Proses tersebut menghasilkan bio fuel hingga 80%. “Untuk skala
 lab bisa mencapai 80%, jika dikompres biasa 70%. 
Padahal tanaman jarak 
hanya sebesar 35%,” terangnya. Bio fuel yang dihasilkan dari tanaman 
genderuwo inipun dapat diolah menjadi bio diesel sebagai bahan bakar 
mesin diesel. Berdasarkan penelitiannya sejak 2008, ia mengatakan bahwa 
titik didih bio fuel genderuwo mencapai 220 derajat, sehingga dapat 
digunakan sebagai subtitusi bahan bakar solar. “Titik didih solar hanya 
180 derajat, sedangkan bio diesel dari tanaman genderuwo mencapai 220 
derajat. Jadi sudah cukup untuk menggantikan solar sebagai bahan bakar 
mesin diesel,” tegasnya. Endang pun menjamin ketersediaan pasokan bahan 
baku biji tanaman genderuwo bila akan dilakukan produksi massal bio fuel
 tersebut. 
“Tanaman ini biasa tumbuh di dataran rendah dan memiliki masa
 produksi relatuf lebih lama. Tanaman ini juga dapat bertahan hingga 
ratusan tahun dengan menghasilkan sepanjang waktu. Ia setiap saat 
berbunga dan menghasilkan buah. Tetapi musim besarnya sekitar 
Februari-Maret,” kata Endang. Saat ini dia telah menawarkannya ke 
Pertamina untuk produksi massal. “Yang seharusnya memproduksi secara 
massal adalah pemerintah. Saya tidak punya lahan untuk budidaya tanaman 
ini,” ujarnya. Ia berharap hasil penelitiannya ini dapat dipergunakan 
untuk kesejahteraan masyarakat, sehingga tidak hanya sebatas penelitian.
| Sumber : http://eprints.uns.ac.id/1840/ | |
|---|---|

0 komentar:
Posting Komentar